Mantan petenis meja peraih 13 medali emas SEA Games dan Olympian, Rossy Syech Abubakar, turut berkomentar soal situasi dualisme federasi.
Dia sepakat dengan rekannya sesama Olympian, Ling Ling Agustin, yang mengkritik tajam tidak tuntasnya konflik dualisme organisasi tenis meja yang sudah 12 tahun. Rossy, yang menembus 16 Besar Olimpiade 1992 Barcelona memint dua pengurus Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) diputihkan dan diambil alih pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) demi menyelamatkan atlet tenis meja ke depan.
“Saya mendukung pernyataan Ling Ling Agustin yang meminta Pak Oegroseno dan Peter Layardi yang merasa memiliki organisasi tenis meja jangan bicara soal kepentingan atlet. Tatanan pembinaan olahraga tenis meja sudah berantakan dan masa depan atlet terkubur beberapa generasi,” kata Rossy dalam keterangan pers.
“Makanya, saya mengusulkan PP PTMSI dan PB PTMSI segera diputihkan saja dan diambilalih pemerintah dalam hal ini Kemenpora untuk sementara dan mencari figur yang tepat sehingga prestasi tenis meja yang merupakan cabang olahraga resmi Olimpiade bisa dibangun kembali,” tambahnya.
“Pembinaan olahraga tenis meja sudah tidak jelas arahnya mau ke mana. Jangankan untuk ajang PON, SEA Games, dan Asian Games, di Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) saja tenis meja tidak dipertandingkan,” sambungnya.
Baca juga: Dualisme Tenis Meja Indonesia Tak Kunjung Usai, Eks Pemain Kesal |
Pengambilalihan pemerintah tersebut, kata Rossy, harus didukung Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia(KONI) Pusat dengan memutihkan PP PTMSI dan PB PTMSI.
“Konflik dualisme organisasi tenis meja itu sudah 12 tahun tak selesai. Tercatat sudah 3 pelaksanaan PON dan 7 pelaksanaan SEA Games berlalu. Seperti yang saya sebut tadi diputihkan saja oleh KOI dan KONI dan diambilalih pemerintah karena sudah tidak ada titik temu dimana keduanya mengedepankan ego masing-masing,” tegasnya.
“Bukan hanya saya tetapi siapa pun atlet tenis meja nasional pasti prihatin dengan kondisi tenis meja yang sudah semakin terpuruk dengan adanya konflik dualisme kepengurusan tenis meja Indonesia. Dan, kami sebagai insan tenis meja juga pasti sedih dan menangis melihat Kontingen Indonesia di Asian Games 2022 Hangzhou tanpa kehadiran atlet tenis meja,” katanya lagi.